29.9.11

Sudah genap tiga tahun kini aku berkepala dua. Artinya, sudah genap 23 tahun aku ada. Sudah 23 tahun pula aku belajar mengenal apapun di sekitarku. Menyelami hidupku dengan segenap retorika dan gejolak problematika yang mengiringinya. Semua nampak serasi dan wajar. Relatif mudah saja melalui dan memahami itu semua. Hanya ada satu yang sampai sekarang masih saja nampak kabur, nampak abu-abu, memusingkan, dan hingga kini aku belum bisa mengerti sepenuhnya. Yakni makhluk bernama: perempuan. 

Mungkin tidak berlebihan jika aku bertanya, “Apa itu perempuan?” Akan ada banyak versi jawaban yang tersirat di benak kita semua dengan lontaran pertanyaan macam itu. Mengapa tersirat? Ya karena pertanyaan ini retoris. Andai tertulis, tentu butuh jutaan galon tinta hanya untuk menjawab secara komplit pertanyaan sesederhana itu. 

Ibuku juga perempuan. Setahuku dialah yang membesarkan aku. Membelaiku ketika aku sedih. Melindungiku ketika dalam bahaya. Selalu berusaha memberikanku yang terbaik dari kedua belah tangannya. Dan dialah makhluk perempuan pertama yang aku kenal. Bahkan meski makhluk pertama yang paling dekat denganku adalah perempuan dan aku telah dilahirkan dari rahimnya 23 tahun yang lalu, kini tetap saja bercokol pertanyaan itu; “Apa itu perempuan?” 


Makin ku beranjak dewasa bukannya aku makin tahu dan mengenal mereka. Justru makin bingung dibuatnya. Mereka bertebaran

Read More ...

28.9.11

The Power of 'Cecurut'

“Jangan pernah merasa takut, yang takut hanya cecurut”. Masihkah ingat ini kata-kata siapa? 

Ialah almarhum Harry Roesli yang mengucapkannya dalam suatu iklan layar kaca sekitar tujuh tahun silam. Sangat sering diputar di televisi kala itu. Jadul? Kadaluwarsa? Mungkin iya bagi kebanyakan kita. Bahkan si empunya kata-kata sudah wafat kini. Tapi tidak bagiku. Kata-kata ini masih terasa hidup, fresh from the oven terus menerus. Bahkan hingga nada bicaranya pun masih terasa lekat sangat di kepalaku. Kata-kata ini berasa menohok dengan aroma sindirannya yang khas. Tidak sekali, tapi berkali-kali. Sejalan dengan keadaan psikologisku yang acap jatuh berkali-kali. Perasaan kalah sebelum bertanding. Perasaan semacam ketakutan yang sering hadir kala menghadapi suatu problematika ataupun tantangan kehidupan. Pernahkah kau merasakan hal ini? Takut mencoba, takut melangkah, terlalu bimbang untuk memulai hal baru. Kala deretan hal ini datang meneror, saat itu pula kata-kata ini hadir, entah mengapa, terngiang kembali begitu saja di kepalaku: “Jangan pernah merasa takut, yang takut hanya cecurut”. 

Kata-kata ini ada dalam iklan semasa aku SMA. Iklan yang simple. Durasinya cukup pendek. Tapi cukup mengena. Apalagi bagi ‘pecundang’ bermental cecurut sepertiku. Pecundang? Ya. Aku sering menyebut

Read More ...

26.9.11

Mencuri Topeng Si Biru

Kopiku masih mengepul di cangkirnya. Aroma harumnya yang sedemikian rupa membuat nyaman berlama-lama duduk di depan leptop. Iseng-iseng siang ini browsing di techcrunch.com, ternyata nemu artikel bagus. “Hari ini perubahannya lumayan besar”, gumamku. Perubahan besar?


Ya. Mungkin banyak yang sudah merasakan perubahan live-news feed di sebelah kanan atas dari tampilan halaman facebook, tapi kalo perubahan seperti print-screen layout di atas belum semua orang tahu. Perubahannya terasa ‘besar’ hingga sepertinya asik jika dibagi. Untuk kesekian kalinya, Facebook mengubah tampilan profile penggunanya. Dan plan terakhir, tampilan profil yang bakal dipermak habis-habisan. Tampilan facebook praktis bakal dibuat menyerupai sebuah blog, lengkap dengan cover depannya. Tetapi bukan hari ini, bukan ketika tulisan ini dibuat. Jika tidak mengalami perubahan, rencana itu akan dirilis tanggal 3 Oktober 2011. Hanya saja, tampilan baru ini

Read More ...

23.9.11

Puzzle Itu Bernama Sejarah

“Sejarah tak bisa diubah, tapi jadikan ia sebagai pengingat”. Terngiang kembali deretan kata-kata guru sejarahku kala masih duduk di bangku SMP dulu. Sejarah adalah “History”. Berawal dari dua kata, “His” dan “Story”. Entah siapa pertama kali yang mengatakan hal ini, tapi terminologi yang terasa radikal ini ada benarnya juga. Secara paternialistik dapat diartikan bahwa sejarah adalah “His-story”, atau “ceritanya-dia”. Artinya apa? Setiap orang memiliki sejarahnya masing-masing, setiap orang memiliki versi ceritanya masing-masing. Pun ketika mereka disodorkan pada suatu peristiwa yang sama di waktu yang sama sekalipun. 
  
Satu detik yang lalu adalah sejarah. Satu detik yang lalu adalah masa lalu. 

Ya. Waktu berlalu begitu cepat. Sangat cepat bahkan lebih cepat dari laju kereta supercepat sekalipun, hingga kita tak mampu mengejarnya, bahkan untuk sekedar menyadarinya. Begitulah hidup. Beberapa waktu lalu kita adalah anak TK ingusan yang berpikiran bahwa anak SD adalah sangat dewasa. “Wow, gimana ya rasanya jadi mereka?”. Tak berapa lama kita sudah beranjak menjadi anak SD dan masih mengatakan hal serupa: “Wow, gimana ya rasanya jadi anak SMP?”. Begitupun ketika kita masuk jenjang SMA, kuliah, bahkan sampai kapanpun, pikiran ‘default’ versi 1.0 itu masih bercokol di situ. Mungkin terdengar cukup menggelikan, tapi inilah hidup. Kata orang jawa, “Urip iku ming mampir ngombe”, hidup bagaikan

Read More ...

13.9.11

Manusia dalam teori HADO


Sholat isya malam ini tidak berbeda jauh dengan malam malam sebelumnya. Harus duduk, belum bisa berdiri, dan munfarid. Dua bulan kiranya harus bersabar seperti ini. Kusingkap tirai coklat jendela kamarku, nampak sang rembulan ceria di atas sana, meski terkungkung mega mendung yang seakan setengah iri akan pendarnya. Sepintas teringat kala dulu seringkali banyak tersedia waktu untuk sholat berjamaah di masjid, di kosanku yang lama. Di gang antara kosan dengan masjid Al-Manar entah mengapa hal yang paling berkesan kala melintas adalah tatkala bulan purnama muncul. Elok sinarnya membuat sepanjang jalan gang benar-benar terang, dan ini menghadirkan nuansa serpihan kedamaian tersendiri bagiku.

Sholat isya malam ini semestinya juga begitu. Tapi rupanya hatiku tak seceria rembulan yang wajahnya pulen bahagia di atas sana. Raut sembab mukanya seakan menertawakan aku yang sedang pilu. Menjadikanku ciut. Lembayun guyuran sinarnya yang gemilang menelanjangiku, seakan rasa malu ini terlihat gamblang olehnya. Ahh, betapa lugasnya kurasa skenario ilahi. Entah mengapa,terlintas begitu saja apa yang pernah kubaca dahulu dalam buku “The Miracle of water” karya Massaru Emoto. Bahwa air

Read More ...

12.9.11

Dirimu bak rembulan di angkasa

Cukup beralasan ketika banyak pria mengibaratkan paras wanita seindah rembulan. Bahkan tidak sedikit yang sampai tergila-gila dibuat mabuk kepayang karenanya. Memang di angkasa bulan terlihat indah, tapi dalam jarak dekat, sejatinya permukaan bulan tidaklah rata, penuh kawah2 curam dan sangat jauh dari kesan indah.

Begitulah wanita, ketika lajang benar-benar mempesona, namun setelah didekati dan dipinang, tak sedikit dari mereka di mata pria akan berubah menjadi momok yang menggetarkan bulu kuduk. Menyeramkan dan sangat ditakuti. Begitulah kiranya yang dirasakan para suami takut istri. 

Bulan memang nampak indah di langit yang bersih. Apalagi dengan hamparan jutaan bintang yang berkilauan. Ketika purnama penuh, bulan memiliki performa pesona penuh. Benar-benar sangat lugas. Tak ada yang ditutup-tutupi. Tak ada yang menolak berdecak kagum mengatakan purnama itu indah. Sedang dalam beberapa hari yang lain, bulan  nampak berpenampilan lain. Bulan sabit yang lentik nampak tersenyum centil, malu-malu menampakkan wajahnya. Sikapnya yang sembunyi-sembunyi dan memendam misteri ini malah menarik hati, menggugah rasa keingintahuan siapapun yang memandangnya. Begitulah, baik bulan sabit maupun purnama, keduanya memiliki pesona tersendiri dalam menggambarkan perempuan.

Read More ...

11.9.11

Ketika Burung Sriti Hinggap di Hati

Udara begitu bersih. Hamparan sawah hijau membentang luas di depanku. Terasa begitu mempesona dengan latar birunya langit yang lengkap dihiasi awan-awan kecil lamat-lamat yang seolah-olah malu bertengger di atas sana. Sedang suara riak sungai terdengar menggelitik, dengan air jernih yang mengalir berliku-liku mengitari ladang persawahan dan jembatan mungil tepat di mana aku berada sekarang. Sembari menunggu jemputan untuk kontrol di RS, aku menyempatkan untuk sekedar menikmati suasana pagi ini. Sengaja kuposisikan kursi rodaku sedemikian rupa, sehingga tepat menghadap padang luas areal persawahan, dan kini kubisa dengan leluasa menikmati nuansa kedamaian yang luar biasa itu.

Sebenarnya bukan hanya panorama pagi ini yang memikat hatiku. Yang membuatku betah berlama-lama, yang membuatku sekejap merenung. Tahukah kau kawan apa itu? Ada ratusan burung sriti terbang mengitari areal persawahan tidak seberapa jauh dari tempatku berada. Begitu banyaknya sehingga menyuguhkan pemandangan tersendiri. Mereka terbang melayang kesana kemari dengan begitu bebasnya. Berlomba saling berebut mangsa dengan

Read More ...

7.9.11

Soreku sekental kopi

Sore yang indah. Mentari masih setengah menggantang di peraduannya di balik gumulan awan di ufuk barat. Sinarnya mendayu, seakan membelai tiap dedaunan yang kering seharian melalui teriknya hari. Membalur tiap sudut-sudut rimbunnya pohon adenium di depan rumah. Aku yang duduk tepekur di samping jendela terkesiap, seakan sang mentari juga ingin menyapaku dengan lembayun sinarnya yang hangat itu. Ahh, luar biasa panorama ini. 

Kopi hangat ini masih setengah cangkir. Sengaja aku meminumnya sedikit demi sedikit. Hangatnya kopi turut menghangatkan suasana sore ini. Entah, jika kala senja menghantar hingga lewat petang perasaanku terasa damai menyaksikan romansa sore seperti ini. Burung-burung masih berkicau di kala sore di sekitar sarang mereka, unggas-unggas tetangga masih bercengkrama di sekitar sungai, hingga nantinya kicau dan riuhnya mereka tergantikan oleh bunyi kodok yang sedikit parau nan sumbang tapi terasa menggemaskan. “Kini aku punya banyak waktu luang menikmatinya..”, gumamku dalam hati. Luka operasi kaki kananku belum juga kering. Tulang kering dan betisku yang patah praktis seakan mematriku untuk beristirahat lebih lama. Menghentikan segala guliran aktifitasku. Menghilangkan dengan tiba-tiba segala kepenatan kesibukan per-coas-an yang acap kali menyita waktu dan tenaga. Dan tahukah kau? Indahnya sore seperti inilah yang kudamba. Terasa sangat menenangkan..

Read More ...
Powered by Blogger.

  © Blogger template 'Personal Blog' by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP