Namaku Irfan Bu
Seperti biasa, tepat
sebelum subuh blanko follow-up bangsal sudah terisi. Ada 14 pasien. Jumlah segitu
sebenarnya tidaklah banyak. Tapi karena harus dikerjakan sendirian, kadang rasa
berat datang menyergap dan mengendorkan semangat. Betapa tidak? Timbunan tugas saban
hari hampir mencekik leher, mulai dari ‘ngereng status’, follow-up pasien
bangsal, pengawasan pasien ibu-ibu hamil, laporan kuretase, laporan persalinan,
admission pasien baru, dan partus itu sendiri dengan segenap pernak perniknya bagaikan
tumpukan batu bata yang satu demi satu sekonyong-konyong diletakkan begitu saja
di pundakku tanpa permisi. “Stop mengeluh dan kamu bukan anak manja!”,
kata-kata ini terus kuucapkan pada diriku sendiri. Terngiang-ngiang sembari
berbenturan dengan serangan kantuk yang dahsyat, rasa cape yang luar biasa,
sekaligus penat yang bercampur aduk menjadi satu. Satu-dua jam tidur perhari
memang tak cukup, tapi seminggu tugas di RS ini menurutku bukanlah rentang waktu
yang lama untuk bertahan.