Kopi berisi sejengkal kepahitan, dan
beribu-ribu ton candu. Memikat hati dengan aromanya yang membuai. Tandem dengan sedasi
kecil-kecil yg membuncahkan asa di hati. Cukup sesruput, dan itu sudah
membuatmu ingin menaklukkan dunia.
Tak usah bertanya mengapa aku
menyukai kopi. Karena aku bakal balik bertanya padamu mengapa kau menyukai
tidur siang, naik gunung, atau sekedar menyanyikan lagu dengan gitar bututmu.
Diplomasi tak akan memberi jawaban memuaskan mengapa hobi hadir di bumi. Tuhan
lebih tahu jawabannya dengan memberimu ‘sepasang hati’ yang lembut di sebelah kanan
lambungmu itu. Sepasang hati?
Ya. Hati manusia sejatinya ada dua.
Kanan dan kiri. Karena keduanya dibalut dalam satu pembungkus, maka kesannya
hati itu satu, padahal sebenarnya dua. Apa ini yang membuat sifat manusia
rentan mendua?
Selalu ada second opinion dalam hidup. Apapun itu, hidup selalu
penuh dengan pilihan. Dan jika kita mau menyelami, sebenarnya pilihan yang
paling sukar dijatuhkan adalah ketika opsi yang ada hanya tinggal dua. Di
situlah titik di mana kita harus memilih. Dan apakah suatu kebetulan jika dua
bagian hati manusia ternyata lebih besar bagian kanannya? Mungkin inilah
jawaban Tuhan, condonglah pada yang terbaik dari keduanya.
Jadi hobi adalah masalah hati. Begitu pula dengan minum
kopi. Asal hobi tidak masuk dalam ranah merugikan dan membahayakan diri sendiri
dan orang lain, jangan pernah bertanya ‘mengapa’, tentu karena condongnya hati tak
bisa dilukiskan dengan kata-kata. Mulut bakal berbusa-busa menjelaskan pada
orang yang tidak sehobi. Mungkin ini pulalah jawabannya, mengapa orang sehobi
kadang sehati, sebab untuk melukis senyum pun kadang tak perlu berkata-kata..
Tulisan ini juga telah dipublikasikan via
shvoong.