30.9.10
28.9.10
Free Download Lowo Cave (Gua Lowo) & Its Access Completely
Posted by
Unknown
at
11:10 PM
Labels: Free download Lowo Cave, Free download trenggalek map, Goa Lowo, Gua Lawa, Peta Gua Lawa
Kisah Penemuan Gua Lowo
Posted by
Unknown
at
11:09 PM
Labels: Goa Lowo, Gua Lawa, History of Bat Cave, misteri Gua Lowo, Sejarah Penemuan Gua Lawa
Gua Lowo: Antara Misteri dan Ketakjuban
Pintu depan Gua Lowo |
Posted by
Unknown
at
11:04 PM
Labels: Batcave, Gua Lawa, Gua Lowo, Guo Lowo, Kelelawar, Lawa Cave, Peta Gua Lawa, Peta Wisata Trenggalek, Sejarah Penemuan Gua Lawa
21.9.10
Demam? Mandi saja!
Posted by
Unknown
at
9:21 AM
Labels: anak demam, demam parasetamol, mandi, mandi saat demam, penanganan demam
Kompres Panas vs Kompres Dingin
Posted by
Unknown
at
9:18 AM
Labels: anak demam, demam panas, demam parasetamol, kompres, kompres panas dingin, panas demam, penanganan demam, penanganan panas
Penggunaan Obat Penurun Panas Bisa Membahayakan Diri Anda!
Posted by
Unknown
at
9:13 AM
Labels: anak demam, Demam, demam parasetamol, ibuprofen, panas demam, parasetamol, penanganan demam, suhu, suhu demam
18.9.10
Muslim Television Ahmadiyya (MTA) Internasional
Posted by
Unknown
at
6:24 PM
Labels: ahmadiyah islam atau bukan, channel ahmadiyah, MTA, Muslim Television Ahmadiyya, saluran ahmadiyah, TV ahmadiyah, TV Islam, TV muslim
17.9.10
Heboh Ahmadiyah (Kondisi Terkini Ahmadiyah)
Read More ...(085292795927)
Posted by
Unknown
at
1:51 PM
Labels: Ahmadiyah, ahmadiyah islam atau bukan, Mirza Ghulam Ahmad, penyerangan ahmadiyah
Apa itu Ahmadiyah, dan Apa yang Diajarkan Oleh Ahmadiyah?
Read More ...
(085292795927)
Posted by
Unknown
at
1:46 PM
Labels: Ahmadiyah, ahmadiyah islam atau bukan, ahmadiyah Qadiyani, islam, islam ahmadiyah, Mirza Ghulam Ahmad
Apa Perbedaan Ahmadiyah dengan “mainstream” Islam kebanyakan?
Read More ...(085292795927)
Posted by
Unknown
at
1:44 PM
Labels: Ahmadiyah, ahmadiyah islam atau bukan, ahmadiyah Qadiyani, Mirza Ghulam Ahmad, Pandangan Ahmadiyah, Potret Ahmadiyah
Mirza Ghulam Ahmad Nabi Palsu?
Read More ...(085292795927)
Posted by
Unknown
at
1:42 PM
Labels: Ahmadiyah, Imam Mahdi, islam ahmadiyah, Mirza Ghulam Ahmad, Potret Ahmadiyah
Apakah Islam membutuhkan Imam Mahdi?
Read More ...(085292795927)
Posted by
Unknown
at
1:39 PM
Labels: Ahmadiyah, ahmadiyah islam atau bukan, Mirza Ghulam Ahmad, Potret Ahmadiyah
Ahmadiyah Islam atau Bukan?
Posted by
Unknown
at
1:32 PM
Labels: Ahmadiyah, ahmadiyah islam atau bukan, ahmadiyah Qadiyani, islam ahmadiyah, Pandangan Ahmadiyah
15.9.10
[new info] Kini Sholat Bisa Cukup 4 Waktu Saja
- Dari Nafi’ (seorang tabi’in), beliau menceritakan bahwa Abdulloh ibnu Umar dahulu kala apabila para pemimpin pemerintahan (umara’) menjamak antara sholat Maghrib dengan ‘isyak pada saat hujan turun, maka beliaupun turut serta menjamak sholat bersama mereka.
- Dari Musa bin ‘Uqbah, beliau menceritakan bahwa dahulu kala Umar bin Abdul ‘Aziz pernah menjamak antara sholat Maghrib dengan sholat ‘Isyak apabila turun hujan, dan sesungguhnya Sa’id ibnul Musayyib (tabi’in), Urwah bin Zubeir, Abu Bakar bin Abdurrohman serta para pemuka (ahli ilmu) pada zaman tersebut senantiasa sholat bersama mereka dan tidak mengingkari perbuatan tersebut.
- Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallohu ‘anhuma, beliau mengabarkan: Bahwa dahulu Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam pernah menjamak antara sholat Dzuhur dengan Ashar dan antara sholat Maghrib dengan Isyak di kota Madinah dalam keadaan bukan karena situasi takut dan bukan karena hujan. Maka Ibnu ‘Abbas pun ditanya ‘Untuk apa beliau (Nabi) melakukan hal itu ?’ maka Ibnu ‘Abbas menjawab: ‘Beliau bermaksud agar tidak memberatkan ummatnya.’ (HR. Muslim dan lain-lain)
Posted by
Unknown
at
1:09 PM
Labels: islam, jamak, jamak di waktu hujan, jamak hujan deras, rukhsoh, sholat, sholat 4 waktu, sholat hujan
13.9.10
Bagaimanakah Cara Mencari Ide Tanpa Batas?
Ini sebenarnya hal yang lumrah. Setiap penulis & juga blogger tentu pernah mengalami masalah seperti ini. Saran yang biasa diberikan yaitu, pergunakan kesempatan tersebut untuk istirahat. Biarkanlah pikiran berhenti bekerja selama beberapa waktu. Namun, jangan terlalu lama.Sebab kalau dibiarkan begitu terus, pikiran Anda bisa menjadi semakin tumpul.
Setelah cukup beristirahat, kembalilah ajak pikiran bekerja. Carilah ide-ide fresh dan tuliskan. Jika masih buntu juga, Anda bisa mencoba masukan sederhana berikut ini:
1). Lihatlah apa yang sudah ditulis blogger lain. Jelajahi, surfinglah blog-blog yang memiliki kesamaan topik dengan Anda, lalu lihatlah topik apa yang sedang mereka angkat. Setidaknya Anda mengetahui topik apa yang sedang hangat dibicarakan. Lalu Anda bisa menjadikan tulisan blog tersebut sebagai informasi tambahan pada postingan Anda. Atau Anda juga dapat menulis satu postingan baru yang berisi tanggapan terhadap tulisan yang baru saja Anda baca.
Jika Anda bingung mencari blog-blog yang satu topik dengan Anda? Coba saja gunakan saja fasilitas pencari blog milik Google (http://blogsearch.google.com) atau lakukan pencarian blog melalui Technorati.
2). Membaca beberapa blog yang bertema sama. Ini sama artinya Anda memiliki satu sumber ide yang selalu bisa dijadikan acuan untuk menulis. Selanjutnya Anda bisa lebih gampang menemukan ide dengan melakukan blogwalking ke blog-blog itu. Namun misalkan Anda masih sering merasa buntu juga, cobalah mencari ide di beberapa situs berita seperti Detik.com. Tentulah Anda hanya akan mencari berita-berita yang sesuai dengan topik dari blog Anda. Kalau mau lebih mudah, gunakan saja bantuan dari Google News (http://news.google.com) atau Yahoo! News (http://news.yahoo.com).
3). Selain dari blog dan situs berita, Anda juga bisa menjaring ide-ide di forum. Anda dapat berdiskusi dengan orang-orang yang memiliki kesamaan minat menulis dengan Anda. Dari sini pulalah Anda akan memperoleh banyak bahan baru untuk ditulis di blog. Tapi ingat, jangan sampai Anda bergabung dengan sembarang forum. Pilihlah forum-forum yang memiliki kesamaan topik dengan blog Anda. Pusatkan perhatian Anda pada satu atau dua forum yang memiliki member terbanyak, atau yang benar-benar fokus pada topik pilihan Anda.
4). Satu tempat lagi yang merupakan gudangnya ide ialah situs direktori artikel (article directory). Di sini terdapat berjuta-juta artikel dalam beragam topik, dengan penulis dengan background beraneka ragam. Tetapi Anda saya sarankan ke situs direktori artikel bukan untuk mengopi mentah-mentah lho. Bacalah artikel-artikel terbaru dalam topik-topik yang sama dengan topik blog Anda, temukan apa saja isu yang sedang menarik dibicarakan, lalu tuliskan hasilnya di blog Anda..
5). Anda mungkin saja tidak percaya ini, tapi tahukah Anda? toilet merupakan tempat yang bagus untuk menggali ide-ide brilian. Sebuah penelitian yang dilakukan psikolog Inggris, Dr. Peter Marsh, membuktikan hal ini. Dari total responden 1.000 orang, Marsh menemukan 3 persen pria & 1 persen wanita yang mengaku kalau mereka lebih sering menemukan ide kreatif saat sedang berada di toilet.
Catatan: Dinukil dari buku 7 Langkah Mudah mencari Uang lewat Blog (Gara Ilmu, Yogyakarta, 2010).
dikutip dengan perubahan dari: www.bungeko.comRead More ...
Posted by
Unknown
at
7:52 PM
Labels: ide, ide brilian, ide munulis, mencari ide, menulis, menulis ide
11.9.10
Tips Cara Mengukur Lingkar Perut dengan Benar
Ukuran lingkar pinggang yang aman untuk pria, kurang dari 90 cm, sedangkan wanita, kurang dari 80 cm. Lebih dari angka itu, artinya perut Anda kelebihan lemak. Itu bisa menjadi peringatan bahwa Anda berisiko tinggi keno penyakit diabetes tipe-2, kolesterol tinggi yang tak terkontrol, tekanan darah tinggi, dan penyakit jantung.
Persiapan
Gunakan meteran yang biasa digunakan untuk membuat baju Lepaskan kaus dan bebaskan pinggang dari rok atau celana panjang sehingga bagian tengah perut terekspos. Berdirilah di depan cermin jika mungkin sehingga Anda dapat mengukur lingkar pinggang dengan benar.
Temukan spot yang tepat
Tekan jemari Anda pada batang tubuh di dekat bagian kanan pinggang. Tekan jari-jari pada kulit untuk menemukan tulang dasar panggul. Teruslah menekan dan pindahkan jari di sepanjang tepi tulang pinggul sampai Anda menemukan lengkungan atas tulang tersebut. Titik tertinggi akan terletak di sisi batang tubuh, hanya sedikit di bagian bawah tulang iga. Spot ini berada di dekat atau pada level yang sama dengan pusar Anda.
Lingkarkan meteran
Posisikan meteran secara horizontal di spot atas tulang pinggul. Kemudian lingkarkan di seputar perut din seluruh batang tubuh. Pastikan meteran itu melintang secara horizontal. Tempatkan ujung meteran angka 0 di spot sementara sisanya melingkari perut dan batang tubuh.
Ukur
Jangan mengecilkan perut. Berdirilah tegak dan buang napas dengan lembut ketika Anda mengukur perut. Pastikan juga agar pita meteran itu tidak menekan kulit perut. Lihatlah pada nomor di mana angka 0 bertemu dengan angka terakhir yang melingkari pinggang. Itulah ukuran pinggang Anda.
sumber: www.susukolostrum.comRead More ...
HATI-HATI LINGKAR PINGGANG YANG BERTAMBAH! (SINDROM METABOLIK)
Lingkar pinggang yang semakin bertambah perlu mendapat perhatian kita, karena merupakan salah satu tanda dari Sindrom Metabolik.
SINDROM METABOLIK ADALAH kelainan metabolik yang berakibat pada meningkatnya risiko CVD (Cardiovascular Disease – Penyakit jantung dan pembuluh darah) serta diabetes melitus (kencing manis). Ciri khas dari sindrom ini adalah obesitas sentral (berpusat di daerah perut), hipertrigliseridemia, kolesterol HDL (kolesterol baik) rendah, hiperglikemia (gula darah tinggi), dan tekanan darah tinggi.
Angka kejadian sindrom metabolik bervariasi di seluruh dunia. Namun secara umum risiko semakin meningkat dengan bertambahnya usia. Di AS 60% dari wanita usia 45-49 tahun dan 45% pria usia 45-49 tahun memenuhi kriteria sindrom metabolik. Dengan berubahnya gaya hidup dan pola makan, makin banyak anak dengan obesitas, merupakan ciri awal sindrom metabolik pada kelompok usia muda.
KRITERIA SINDROM METABOLIK (National Cholesterol Education Program, Adult Treatment Panel III - NCEP:ATPIII)
Minimal 3 atau lebih dari kriteria di bawah ini :
1. Obesitas sentral : lingkar pinggang >102 cm (pria) ; > 88 cm (wanita) cat : untuk ras Asia >90 cm (pria) ; >80 cm (wanita)
2. Kadar Trigliserid ≥ 150 mg/dl
3. Kadar kolestrol HDL : <40 mg/dl (pria) ; <50mg/dl (wanita)
4. Hipertensi ; tekanan darah ≥ 130/85 mmHg
5. Gula darah puasa ≥ 100mg/dl atau sebelumnya didiagnosis menderita diabetes.
PENYEBAB SINDROM METABOLIK
1. Resistensi insulin : Adalah kelainan metabolik dimana tubuh tidak dapat menggunakan insulin (hormon yang mengatur kadar gula darah) secara efektif dan efisien.
2. Obesitas (ditandai dengan lingkar pinggang yang bertambah) : Obesitas menyebabkan peningkatan tekanan darah, kolesterol total yang tinggi, kolesterol HDL rendah, dan kadar gula darah yang tinggi.
3. Faktor penyebab lain seperti kelainan genetik, faktor aging (penuaan), kurangnya aktivitas fisik.
PENYAKIT – PENYAKIT YANG BERHUBUNGAN DENGAN SINDROM METABOLIK
1. Penyakit jantung dan pembuluh darah. Seseorang dengan sindrom metabolik memiliki risiko tinggi terkena penyakit ini 1,5-3 kali lipat. Seseorang dengan sindrom metabolik rentan terkena stroke.
2. Diabetes melitus (kencing manis). Risiko meningkat 3-5 kali pada seseorang dengan sindrom metabolik.
PENANGANAN SINDROM METABOLIK
A. Perubahan gaya hidup
1. Diet. Penurunan berat badan dengan Indeks Massa Tubuh/Body Mass Index (IMT/BMI) <25 kg/m2 . Cara menghitung IMT BB(Kg) /TB2(m). Lebih banyak buah-buahan, sayuran, daging ayam tidak berlemak, ikan pada menu makanan kita.
2. Meningkatkan aktivitas fisik. Berolahragalah 3-4 kali seminggu selama minimal 30 menit.
3. Hentikan merokok dan minum alkohol.
B. Obat – obatan
1. Mengatasi kadar LDL yang tinggi : pilihan pertama golongan statin (simvastatin, lovastatin, pravastatin), pilihan kedua inhibitor penyerapan kolesterol : ezetimbe, namun hati-hati pada penggunaannya karena memiliki efek samping meningkatkan trigliserid.
2. Mengatasi kadar trigliserida yang tinggi. Golongan fibrat (gemfibrozil, fenofibrate). Golongan lain : statin, asam nikotinic.
3. Meningkatkan kadar HDL Kolesterol : Golongan statin dan fibrat dapat meningkatkan kadar HDL.
4. Hipertensi. Pada penderita sindrom metabolik tanpa diabetes, pilihan terbaik untuk obat antihipertensi adalah ACE Inhibitor (captopril, enalapril), dan angiotensin II receptor blocker (Valsartan, Losartan). Disarankan diet rendah garam, lebih banyak buah dan sayuran, serta memilih produk susu rendah lemak. Pemeriksaan tekanan darah rutin dapat membantu menjaga tekanan darah yang normal.
5. Kadar gula darah puasa terganggu. Obat yang menjadi pilihan adalah metformin.
6. Resistensi insulin. Golongan biguanid (metformin) dan Thiazolidinediones (rosiglitazone, pioglitazone) dapat meningkatkan sensitivitas insulin dan kerja insulin di hati.
Sumber :
1. The Metabolic Syndrome. In : Harisson’s Principles of Internal Medicine. 17th ed.
2. Metabolic Syndrome. American Heart Association. http//www.americanheart.org
Artikel ini merupakan buah tangan dr.Maria Putri Utami, concern dalam permasalahan seputar sindrom metabolik. (mariaputri@yahoo.com)
Read More ...
10.9.10
Hukum Sholat Jum'at pada Hari Raya (Idul Fitri/Adha)
Oleh: KH. M. Shiddiq Al-Jawi
1. Pendahuluan
Seperti kita ketahui, terkadang hari raya Idul Fitri atau Idul Adha jatuh pada hari Jumat. Misalnya saja yang terjadi pada tahun ini (2010). Di sinilah mungkin di antara kita ada yang bertanya, apakah sholat Jumat masih diwajibkan pada hari raya? Apakah kalau seseorang sudah sholat Ied berarti boleh tidak sholat Jumat? Tulisan ini berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan semacam itu dengan melakukan penelusuran pendapat ulama, dalil-dalilnya, dan pentarjihan (mengambil yang terkuat) dari dalil-dalil tersebut.
Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum shalat Jumat yang jatuh bertepatan dengan hari raya, baik Idul Fitri maupun Idul Adha. Dalam kitab Rahmatul Ummah fi Ikhtilaf Al A'immah karya Imam Ad Dimasyqi, disebutkan bahwa :
"Apabila hari raya bertepatan dengan hari Jumat, maka menurut pendapat Imam Asy Syafi'i yang shahih, bahwa shalat Jumat tidak gugur dari penduduk kampung yang mengerjakan shalat Jumat. Adapun bagi orang yang datang dari kampung lain, gugur Jumatnya. Demikian menurut pendapat Imam Asy Syafi'i yang shahih. Maka jika mereka telah shalat hari raya, boleh bagi mereka terus pulang, tanpa mengikuti shalat Jumat. Menurut pendapat Imam Abu Hanifah, bagi penduduk kampung wajib shalat Jumat. Menurut Imam Ahmad, tidak wajib shalat Jumat baik bagi orang yang datang maupun orang yang ditempati shalat Jumat. Kewajiban shalat Jumat gugur sebab mengerjakan shalat hari raya. Tetapi mereka wajib shalat zhuhur. Menurut 'Atha`, zhuhur dan Jumat gugur bersama-sama pada hari itu. Maka tidak ada shalat sesudah shalat hari raya selain shalat Ashar."
Ad Dimasyqi tidak menampilkan pendapat Imam Malik. Ibnu Rusyd dalam kitabnya Bidayatul Mujtahid menyatakan pendapat Imam Malik sama dengan pendapat Imam Abu Hanifah. Disebutkannya bahwa, Imam Malik dan Abu Hanifah berpendapat,"Jika berkumpul hari raya dan Jumat, maka mukallaf dituntut untuk melaksanakannya semuanya...."
Berdasarkan keterangan di atas, jelaslah bahwa dalam masalah ini terdapat 4 (empat) pendapat:
Pertama, shalat Jumat tidak gugur dari penduduk kota (ahlul amshaar/ahlul madinah) yang di tempat mereka diselenggarakan shalat Jumat. Sedang bagi orang yang datang dari kampung atau padang gurun (ahlul badaawi/ahlul 'aaliyah), yang di tempatnya itu tidak dilaksanakan shalat Jumat, gugur kewajiban shalat Jumatnya. Jadi jika mereka --yakni orang yang datang dari kampung -- telah shalat hari raya, boleh mereka terus pulang, tanpa mengikuti shalat Jumat. Inilah pendapat Imam Syafi'i. Ini pula pendapat Utsman dan Umar bin Abdul Aziz.
Kedua, shalat Jumat wajib tetap ditunaikan, baik oleh penduduk kota yang ditempati shalat Jumat maupun oleh penduduk yang datang dari kampung. Ini pendapat Imam Abu Hanifah dan Imam Malik. Jadi, shalat Jumat tetap wajib dan tidak gugur dengan ditunaikannya shalat hari raya.
Ketiga, tidak wajib shalat Jumat baik bagi orang yang datang maupun bagi orang yang ditempati shalat Jumat. Tetapi mereka wajib shalat zhuhur. Demikian pendapat Imam Ahmad.
Keempat, zhuhur dan Jumat gugur sama-sama gugur kewajibannya pada hari itu. Jadi setelah shalat hari raya, tak ada lagi shalat sesudahnya selain shalat Ashar. Demikian pendapat 'Atha` bin Abi Rabbah. Dikatakan, ini juga pendapat Ibnu Zubayr dan 'Ali.
2. Pendapat Yang Rajih
Kami mendapatkan kesimpulan, bahwa pendapat yang rajih (kuat) adalah pendapat Imam Ahmad bin Hanbal, rahimahullah. Rincian hukumnya adalah sebagai berikut:
Hukum Pertama, jika seseorang telah menunaikan shalat hari raya -yang jatuh bertepatan dengan hari Jumat- gugurlah kewajiban atasnya untuk menunaikan shalat Jumat. Dia boleh melaksanakan shalat Jumat dan boleh juga tidak.
Hukum Kedua, bagi mereka yang telah menunaikan shalat hari raya tersebut, lebih utama dan disunnahkan tetap melaksanakan shalat Jumat.
Hukum Ketiga, jika orang yang telah menunaikan shalat hari raya tersebut memilih untuk tidak menunaikan shalat Jumat, wajib melaksanakan shalat zhuhur, tidak boleh meninggalkan zhuhur.
Hukum Keempat, mereka yang pada pagi harinya tidak melaksanakan shalat hari raya, wajib atasnya untuk menunaikan shalat Jumat, tidak dibenarkan baginya untuk meninggalkan shalat Jumat.
Keterangan mengenai masing-masing hukum tersebut akan diuraikan pada poin berikutnya, Insya Allah.
2.1. Keterangan Hukum Pertama
Mengenai gugurnya kewajiban shalat Jumat bagi mereka yang sudah melaksanakan shalat hari raya, dalilnya adalah hadits-hadits Nabi SAW yang shahih, antara lain yang diriwayatkan dari Zayd bin Arqam RA bahwa dia berkata : "Nabi SAW melaksanakan shalat Ied (pada suatu hari Jumat) kemudian beliau memberikan rukhshah (kemudahan/keringanan) dalam shalat Jumat. Kemudian Nabi berkata, Barangsiapa yang berkehendak (shalat Jumat), hendaklah dia shalat." [Shallan nabiyyu shallallaahu 'alayhi wa sallama al 'iida tsumma rakhkhasha fil jumu'ati tsumma qaala man syaa-a an yushalliya falyushalli] (HR. Al Khamsah, kecuali At Tirmidzi. Hadits ini menurut Ibnu Khuzaimah, shahih).
Diriwayatkan dari Abu Hurayrah RA bahwa Nabi SAW bersabda : "Sungguh telah berkumpul pada hari kalian ini dua hari raya. Maka barangsiapa berkehendak (shalat hari raya), cukuplah baginya shalat hari raya itu, tak perlu shalat Jumat lagi. Dan sesungguhnya kami akan mengerjakan Jumat." [Qad ijtama'a fii yawmikum haadza 'iidaani, fa man syaa-a ajza-a-hu minal jumu'ati, wa innaa mujammi'uun] (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah dan Al Hakim juga meriwayatkan hadits ini dari sanad Abu Shalih, dan dalam isnadnya terdapat Baqiyah bin Walid, yang diperselisihkan ulama. Imam Ad Daruquthni menilai, hadits ini shahih. Ulama hadits lain menilainya hadits mursal).
Hadits-hadits ini merupakan dalil bahwa shalat Jumat setelah shalat hari raya, menjadi rukhshah. Yakni, maksudnya shalat Jumat boleh dikerjakan dan boleh tidak. Pada hadits Zayd bin Arqam di atas (hadits pertama) Nabi SAW bersabda "tsumma rakhkhasha fi al jumu'ati" (kemudian Nabi memberikan rukhshash dalam [shalat] Jumat). Ini menunjukkan bahwa setelah shalat hari raya ditunaikan, shalat hari raya menjadi rukhshah (kemudahan/keringanan).
Menurut Syaikh Taqiyuddin An Nabhani, rukhshah adalah hukum yang disyariatkan untuk meringankan hukum azimah (hukum asal) karena adanya suatu udzur (halangan), disertai tetapnya hukum azimah namun hamba tidak diharuskan mengerjakan rukshshah itu.
Jadi shalat Jumat pada saat hari raya, menjadi rukhshah, karena terdapat udzur berupa pelaksanaan shalat hari raya. Namun karena rukhshah itu tidak menghilangkan azimah sama sekali, maka shalat Jumat masih tetap disyariatkan, sehingga boleh dikerjakan dan boleh pula tidak dikerjakan. Hal ini diperkuat dan diperjelas dengan sabda Nabi dalam kelanjutan hadits Zayd bin Arqam di atas "man syaa-a an yushalliya falyushalli" (barangsiapa yang berkehendak [shalat Jumat], hendaklah dia shalat). Ini adalah manthuq (ungkapan tersurat) hadits. Mafhum mukhalafah (ungkapan tersirat) dari hadits itu dalam hal ini berupa mafhum syarat, karena ada lafazh "man" sebagai syarat- adalah "barangsiapa yang tidak berkehendak shalat Jumat, maka tidak perlu shalat Jumat."
Kesimpulannya, orang yang telah menjalankan shalat hari raya, gugurlah kewajiban atasnya untuk menunaikan shalat Jumat. Dia boleh menunaikan shalat Jumat dan boleh juga tidak.
Mungkin ada pertanyaan, apakah gugurnya shalat Jumat ini hanya untuk penduduk kampung/desa (ahlul badaawi/ahlul 'aaliyah) --yang di tempat mereka tidak diselenggarakan shalat Jumat-- sedang bagi penduduk kota (ahlul amshaar/ahlul madinah) -- --yang di tempat mereka diselenggarakan shalat Jumat-- tetap wajib shalat Jumat ?
Yang lebih tepat menurut kami, gugurnya kewajiban shalat Jumat ini berlaku secara umum, baik untuk penduduk kampung/desa maupun penduduk kota. Yang demikian itu karena nash-nash hadits di atas bersifat umum, yaitu dengan adanya lafahz "man" (barangsiapa/siapa saja) yang mengandung arti umum, baik ia penduduk kampung maupun penduduk kota. Dan lafazh umum tetap dalam keumumannya selama tidak terdapat dalil yang mengkhususkannya. Dalam hal ini tidak ada dalil yang mengkhususkan (takhsis) keumumannya, maka tetaplah lafazh "man" dalam hadits-hadits di atas berlaku secara umum.
2.2. Keterangan Hukum Kedua
Bagi mereka yang sudah shalat hari raya, mana yang lebih utama (afdhal), menunaikan shalat Jumat ataukah meninggalkannya ? Pada dasarnya, antara azimah (hukum asal) dan rukhshah kedudukannya setara, tak ada yang lebih utama daripada yang lain, kecuali terdapat nash yang menjelaskan keutamaan salah satunya, baik keutamaan azimah maupun rukhshah.
Namun dalam hal ini terdapat nash yang menunjukkan keutamaan shalat Jumat daripada meninggalkannya. Pada hadits Abu Hurayrah RA (hadits kedua) terdapat sabda Nabi "innaa mujammi'uun" (Dan sesungguhnya kami akan mengerjakan Jumat). Ini menunjukkan bahwa meskipun Nabi SAW menjadikan shalat Jumat sebagai rukhshah, yakni boleh dikerjakan dan boleh tidak, akan tetapi Nabi Muhammad SAW faktanya tetap mengerjakan shalat Jumat. Hanya saja perbuatan Nabi SAW ini tidak wajib, sebab Nabi SAW sendiri telah membolehkan untuk tidak shalat Jumat. Jadi, perbuatan Nabi SAW itu sifatnya sunnah, tidak wajib.
2.3. Keterangan Hukum Ketiga
Jika orang yang sudah shalat hari raya memilih untuk meninggalkan shalat Jumat, wajibkah ia shalat zhuhur ? Jawabannya, dia wajib shalat zhuhur, tidak boleh meninggalkannya.
Wajibnya shalat zhuhur itu, dikarenakan nash-nash hadits yang telah disebut di atas, hanya menggugurkan kewajiban shalat Jumat, tidak mencakup pengguguran kewajiban zhuhur. Padahal, kewajiban shalat zhuhur adalah kewajiban asal (al fadhu al ashli), sedang shalat Jumat adalah hukum pengganti (badal), bagi shalat zhuhur itu. Maka jika hukum pengganti (badal) -yaitu shalat Jumat- tidak dilaksanakan, kembalilah tuntutan syara' kepada hukum asalnya, yaitu shalat zhuhur. Yang demikian itu adalah mengamalkan Istish-hab, yaitu kaidah hukum untuk menetapkan berlakunya hukum asal, selama tidak terdapat dalil yang mengecualikan atau mengubah berlakunya hukum asal.
Dengan demikian, jika seseorang sudah shalat hari raya lalu memilih untuk meninggalkan shalat Jumat, maka ia wajib melaksanakan shalat zhuhur.
2.4. Keterangan Hukum Keempat
Mereka yang pada pagi harinya tidak melaksanakan shalat hari raya, wajib atasnya untuk tetap menunaikan shalat Jumat. Tidak dibenarkan baginya untuk meninggalkan shalat Jumat. Dengan kata lain, rukhshah untuk meninggalkan shalat Jumat ini khusus untuk mereka yang sudah melaksanakan shalat hari raya. Mereka yang tidak melaksanakan shalat hari raya, tidak mendapat rukhshah, sehingga konsekuensinya tetap wajib hukumnya shalat Jumat.
Dalilnya adalah hadits Abu Hurayrah (hadits kedua) dimana Nabi SAW bersabda "fa man syaa-a, ajza-a-hu 'anil jumu'ati" (Maka barangsiapa yang berkehendak [shalat hari raya], cukuplah baginya shalat hari raya itu, tak perlu shalat Jumat lagi). Ini adalah manthuq hadits. Mafhum mukhalafahnya, yakni orang yang tak melaksanakan shalat hari raya, ia tetap dituntut menjalankan shalat Jumat.
Imam Ash Shan'ani dalam Subulus Salam ketika memberi syarah (penjelasan) terhadap hadits di atas berkata : "Hadits tersebut adalah dalil bahwa shalat Jumat --setelah ditunaikannya shalat hari raya-- menjadi rukhshah. Boleh dikerjakan dan boleh ditinggalkan. Tetapi (rukhshah) itu khusus bagi orang yang menunaikan shalat Ied, tidak mencakup orang yang tidak menjalankan shalat Ied."
Jadi, orang yang tidak melaksanakan shalat hari raya, tidak termasuk yang dikecualikan dari keumuman nash yang mewajibkan shalat Jumat. Yang dikecualikan dari keumuman nash itu adalah yang telah shalat hari raya. Maka dari itu, orang yang tidak shalat hari raya, wajib atasnya shalat Jumat.
3. Meninjau Pendapat Lain
3.1. Pendapat Imam Syafi'i
Pada dasarnya, Imam Syafii tetap mewajibkan shalat Jumat yang jatuh bertepatan pada hari raya. Namun beliau menetapkan kewajiban tersebut hanya berlaku bagi penduduk kota (ahlul madinah/ahlul amshaar). Adapun penduduk desa/kampung atau penduduk padang gurun (ahlul badawi) yang datang ke kota untuk shalat Ied (dan shalat Jumat), sementara di tempatnya tidak diselenggarakan shalat Jumat, maka mereka boleh tidak mengerjakan shalat Jumat.
Sebenarnya Imam Syafi'i berpendapat seperti itu karena menurut beliau, hadits-hadits yang menerangkan gugurnya kewajiban shalat Jumat pada hari raya bukanlah hadits-hadits shahih. Sehingga beliau pun tidak mengamalkannya. Inilah dasar pendapat Imam Syafi'i. Menanggapi pendapat Imam Syafi'i tersebut, Imam Ash Shan'ani dalam Subulus Salam berkata : "Asy Syafi'i dan segolongan ulama berpendapat bahwa shalat Jumat tidak menjadi rukhshah. Mereka berargumen bahwa dalil kewajiban shalat Jumat bersifat umum untuk semua hari (baik hari raya maupun bukan). Sedang apa yang disebut dalam hadits-hadits dan atsar-atsar (yang menjadikan shalat Jumat sebagai rukhshah) tidaklah cukup kuat untuk menjadi takhsis (pengecualian) kewajiban shalat Jumat, sebab sanad-sanad hadits itu telah diperselisihkan oleh ulama. Saya (Ash Shan'ani) berkata,'Hadits Zayd bin Arqam telah dinilai shahih oleh Ibnu Khuzaimah...maka hadits tersebut dapat menjadi takhsis (pengecualian)..."
Dengan demikian, jelaslah bahwa Imam Syafi'i tidak menilai hadits Zayd bin Arqam tersebut sebagai hadits shahih, sehingga beliau tidak menjadikannya sebagai takhsis yang menggugurkan kewajiban shalat Jumat. Beliau kemudian berpegang kepada keumuman nash yang mewajibkan shalat Jumat pada semua hari (QS Al Jumu'ah ayat 9), baik hari raya maupun bukan. Tapi, Imam Ash Shan'ani menyatakan, bahwa hadits Zayd bin Arqam adalah shahih menurut Ibnu Khuzaimah.
Dalam hal ini patut kiranya ditegaskan, bahwa penolakan Imam Syafi'i terhadap hadits Zayd bin Arqam tidaklah mencegah kita untuk menerima hadits tersebut. Penolakan Imam Syafi'i terhadap hadits Zayd bin Arqam itu tidak berarti hadits tersebut --secara mutlak-- tertolak (mardud). Sebab sudah menjadi suatu kewajaran dalam penilaian hadits, bahwa sebuah hadits bisa saja diterima oleh sebagian muhaddits, sedang muhaddits lain menolaknya. Dalam kaitan ini Imam Taqiyuddin An Nabhani dalam Asy-Syakhshiyah Al-Islamiyah Juz I berkata : "...(kita tidak boleh cepat-cepat menolak suatu hadits) hanya karena seorang ahli hadits tidak menerimanya, karena ada kemungkinan hadits itu diterima oleh ahli hadits yang lain. Kita juga tidak boleh menolak suatu hadits karena para ahli hadits menolaknya, karena ada kemungkinan hadits itu digunakan hujjah oleh para imam atau umumnya para fuqaha... "
Maka dari itu, kendatipun hadits Zayd bin Arqam ditolak oleh Imam Syafi'i, tidak berarti kita tidak boleh menggunakan hadits tersebut sebagai dalil syar'i. Sebab faktanya ada ahli hadits lain yang menilainya sebagai hadits shahih, yakni Imam Ibnu Khuzaimah, sebagaimana penjelasan Imam Ash Shan'ani. Jadi, beristidlal dengan hadits Zayd bin Arqam tersebut tetap dibenarkan, sehingga hukum yang didasarkan pada hadits tersebut adalah tetap berstatus hukum syar'i.
3.2. Pendapat Imam Malik dan Abu Hanifah
Imam Malik dan Abu Hanifah tetap mewajibkan shalat Jumat, baik bagi penduduk kota (ahlul madinah/ahlul amshaar), maupun penduduk desa/kampung atau penduduk padang gurun (ahlul badawi). Ibnu Rusyd menjelaskan argumentasi kedua Imam tersebut : "Imam Malik dan Abu Hanifah berkata, 'Shalat hari raya adalah sunnah, sedang shalat Jumat adalah fardhu, dan salah satunya tidak dapat menggantikan yang lainnya. Inilah yang menjadi prinsip asal (al ashlu) dalam masalah ini, kecuali jika terdapat ketetapan syara', maka wajib merujuk kepadanya..."
Dari keterangan itu, nampak bahwa Imam Malik dan Abu Hanifah juga tidak menerima hadits-hadits yang menerangkan gugurnya shalat Jumat pada hari raya. Konsekuensinya, beliau berdua kemudian berpegang pada hukum asal masing-masing, yakni kesunnahan shalat Ied dan kewajiban shalat Jumat. Dasar pendapat mereka sebenarnya sama dengan pendapat Imam Syafi'i. Namun demikian, beliau berdua memberikan perkecualian, bahwa hukum asal tersebut dapat berubah, jika terdapat dalil syar'i yang menerangkannya.
Atas dasar itu, karena terdapat hadits Zayd bin Arqam (yang shahih menurut Ibnu Khuzaimah) atau hadits Abu Hurayrah RA (yang shahih menurut Ad Daruquthni), maka sesungguhnya hadits-hadits tersebut dapat menjadi takhsis hukum asal shalat Jumat, yakni yang semula wajib kemudian menjadi rukhshah (tidak wajib).
Dengan demikian, yang berlaku kemudian adalah hukum setelah ditakhsis, bukan hukum asalnya, yakni bahwa shalat Jumat itu menjadi rukhshah bagi mereka yang menunaikan shalat hari raya, dan statusnya menjadi tidak wajib. Inilah pendapat yang lebih tepat menurut kami.
3.3. Pendapat 'Atha bin Abi Rabah
'Atha bin Abi Rabbah berpendapat bahwa jika hari Jumat bertepatan dengan hari raya, maka shalat Jumat dan zhuhur gugur semuanya. Tidak wajib shalat apa pun pada hari itu setelah shalat hari raya melainkan shalat 'Ashar.
Imam Ash'ani menjelaskan bahwa pendapat 'Atha` tersebut didasarkan pada 3 (tiga) alasan, yaitu :
Pertama, berdasarkan perbuatan sahabat Ibnu Zubayr RA sebagaimana diriwayatkan Imam Abu Dawud, bahwasanya : "Dua hari raya (hari raya dan hari Jumat) telah berkumpul pada satu hari yang sama. Lalu dia (Ibnu Zubayr) mengumpulkan keduanya dan melakukan shalat untuk keduanya sebanyak dua rakaat pada pagi hari. Dia tidak menambah atas dua rakaat itu sampai dia mengerjakan shalat Ashar." ['Iidaani ijtama'aa fii yawmin waahidin, fajamma'ahumaa fashallahumaa rak'atayni bukratan lam yazid 'alayhaa hattaa shallal 'ashra]
Kedua, shalat Jumat adalah hukum asal (al ashl) pada hari Jumat, sedang shalat zhuhur adalah hukum pengganti (al badal) bagi shalat Jumat. Maka dari itu, jika hukum asal telah gugur, otomatis gugur pulalah hukum penggantinya.
Ketiga, yang zhahir dari hadits Zayd bin Arqam, bahwa Rasul SAW telah memberi rukhshah pada shalat Jumat. Namun Rasul SAW tidak memerintahkan untuk shalat zhuhur bagi orang yang tidak melaksanakan shalat Jumat.
Demikianlah alasan pendapat 'Atha` bin Abi Rabbah. Imam Ash Shan'ani tidak menerima pendapat tersebut dan telah membantahnya. Menurut beliau, bahwa setelah shalat hari raya Ibnu Zubayr tidak keluar dari rumahnya untuk shalat Jumat di masjid, tidaklah dapat dipastikan bahwa Ibnu Zubayr tidak shalat zhuhur. Sebab ada kemungkinan (ihtimal) bahwa Ibnu Zubayr shalat zhuhur di rumahnya. Yang dapat dipastikan, kata Imam Ash Shan'ani, shalat yang tidak dikerjakan Ibnu Zubayr itu adalah shalat Jumat, bukannya shalat zhuhur.
Untuk alasan kedua dan ketiga, Imam Ash Shan'ani menerangkan bahwa tidaklah benar bahwa shalat Jumat adalah hukum asal (al ashl) sedang shalat zhuhur adalah hukum pengganti (al badal). Yang benar, justru sebaliknya, yaitu shalat zhuhur adalah hukum asal, sedang shalat Jumat merupakan penggantinya. Sebab, kewajiban shalat zhuhur ditetapkan lebih dahulu daripada shalat Jumat. Shalat zhuhur ditetapkan kewajibannya pada malam Isra' Mi'raj, sedang kewajiban shalat Jumat ditetapkan lebih belakangan waktunya (muta`akhkhir). Maka yang benar, shalat zhuhur adalah hukum asal, sedang shalat Jumat adalah penggantinya. Jadi jika shalat Jumat tidak dilaksanakan, maka wajiblah kembali pada hukum asal, yakni mengerjakan shalat zhuhur.
4. Kesimpulan
Dari seluruh uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa jika hari raya bertepatan dengan hari Jumat, hukumnya adalah sebagai berikut :
Pertama, jika seseorang telah menunaikan shalat hari raya (Ied), gugurlah kewajiban shalat Jumat atasnya. Dia boleh melaksanakan shalat Jumat dan boleh juga tidak. Namun, disunnahkan baginya tetap melaksanakan shalat Jumat.
Kedua, jika orang yang telah menunaikan shalat hari raya tersebut memilih untuk tidak menunaikan shalat Jumat, wajib atasnya melaksanakan shalat zhuhur. Tidak boleh dia meninggalkan zhuhur.
Ketiga, adapun orang yang pada pagi harinya tidak melaksanakan shalat hari raya, wajib atasnya shalat Jumat. Tidak dibenarkan baginya untuk meninggalkan shalat Jumat. Tidak boleh pula dia melaksanakan shalat zhuhur.
Demikianlah hasil pentarjihan kami untuk masalah ini sesuai dalil-dalil syar'i yang ada. Wallahu a'lam.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Muhammad Husain. 1995. Al Wadhih fi Ushul Al Fiqh. Cetakan Kedua. Beirut : Darul Bayariq. 417 hal.
Ad Dimasyqi, Muhammad bin Abdurrahman Asy Syafi'i. 1993. Rohmatul Ummah (Rahmatul Ummah Fi Ikhtilafil A`immah). Terjemahan oleh Sarmin Syukur dan Luluk Rodliyah. Cetakan Pertama. Surabaya : Al Ikhlas. 554 hal.
Ash Shan'ani, Muhammad bin Ismail Al Kahlani. Tanpa Tahun. Subulus Salam. Juz II. Bandung : Maktabah Dahlan. 224 hal.
Ash Shiddieqi, T.M. Hasbi. 1981. Koleksi Hadits Hukum (Al Ahkamun Nabawiyah). Jilid IV. Cetakan Kedua. Bandung : PT. Alma'arif. 379 hal.
An Nabhani, Taqiyuddin. 1953. Asy Syakhshiyah Al Islamiyah. Juz Ketiga (Ushul Fiqh). Cetakan Kedua. Al Quds : Min Mansyurat Hizb Al Tahrir. 492 hal.
----------. 1994. Asy Syakhshiyah Al Islamiyah. Juz Pertama. Cetakan Keempat. Beirut : Darul Ummah. 407 hal.
Ibnu Khalil, 'Atha`. 2000. Taisir Al Wushul Ila Al Ushul. Cetakan Ketiga. Beirut : Darul Ummah. 310 hal.
Ibnu Rusyd. 1995. Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid. Juz I. Beirut : Daarul Fikr. 399 hal.
Raghib, Ali. 1991. Ahkamush Shalat. Cetakan Pertama. Beirut : Daar An Nahdhah Al Islamiyah.132 hal.
Sabiq, Sayyid. 1987. Fikih Sunnah (Fiqhus Sunnah). Jilid 2. Cetakan Ketujuhbelas. Terjemahan oleh Mahyuddin Syaf. Bandung : PT. Al Ma'arif. 229 hal
Syirbasyi, Ahmad. 1987. Himpunan Fatwa (Yas`alunaka fi Ad Din wa Al Hayah). Terjemahan oleh Husein Bahreisj. Cetakan Pertama. Surabaya : Al Ikhlas. 598 hal.
Read More ...
9.9.10
Kebiasaan yang Salah Ketika Takbiran
Read More ...
Posted by
Unknown
at
6:57 PM
Labels: Kesalahan Takbir, Takbir, Takbir salah, takbiran